Rabu, 02 Maret 2011

SAATNYA PERUSAHAAN KELUARGA BERTRANSFORMASI


Oleh: Dr. Nyoman Marpa


Sebuah tulisan di satu harian surat kabar beberapa waktu lalu bercerita mengenai Sudamek AWS, bagaimana ia sebagai seorang CEO perusahaan keluarga membawa perusahaannya menjadi perusahaan multinasional dengan rencana ekspansinya di bebarapa negara. Tulisan ini juga bertutur bagaimana seorang bungsu dari sebelas bersaudara dapat menjadi pimpinan perusahaan keluarga, pada kultur indonesia yang lebih mengutamakan anak laki-laki pertama sebagai pimpinan dan pewaris keluarga. Juga sepak terjangnya dalam melakukan perubahan (transformasi) untuk membawa perusahaannya dari perusahaan keluarga biasa menjadi perusahaan dengan basis manajemen modern. Sungguh suatu yang luar biasa.

Keberhasilan Suksesi Kepimpinan dan Transformasi Perusahaan
Dari tulisan tersebut paling tidak ada dua hal yang menarik untuk disimak yakni: pertama, pimpinan perusahaan keluarga tidak mutlak dialihkan kepada anak laki-laki pertama,  ini menunjukkan adanya fleksibilitas di dalam suksesi kepemimpinan (succession flexibility). Fleksibilitas di dalam suksesi di banyak perusahaan keluarga di dunia telah berhasil membuat perusahaan keluarga mampu melewati batas-batas genarasi seperti halnya Kongo Gumi dan Hoshi Ryokan di Jepang, Château de Goulaine di Perancis serta  Fonderia Pontificia Marinelli di Italy yang telah berhasil bertahan seribu tahun lebih dan berganti kepemimpinan pada puluhan generasi. Fleksibilitas ini memberikan ruang gerak kepada pemilihan suksesor secara lebih terbuka dan profesional.

Seperti banyak disarankan oleh para ahli manajemen perusahaan keluarga, bahwa untuk menjadi calon pimpinan (suksesor) bukanlah urusan gender, bukan pula status dan kedudukan pada keluarga, tetapi lebih dari itu. 

Penulis pada tahun 2009 melakukan penelitian pada 190 perusahaan keluarga di Provinsi Bali. Daerah yang mengutamakan laki-laki sebagai pewaris keluarga, sesuai dengan ketentuan adat yang berlaku. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian pemilik perusahaan merencanakan untuk mengalihkan kepemimpinan perusahaannya pada anak perempuan. Hal ini positif tentunya, pertanda bahwa profesionalisme dan kesetaraan gender telah mulai tumbuh pada perusahaan keluarga. Syarat untuk menjadi pemimpin pada perusahaan keluarga pada intinya ada dua,  yakni pertama adalah kemauan (willingness) dan yang ke dua kemampuan (capabilities). Kemauan menyangkut masalah-masalah ketertarikan dari generasi penerus untuk bergabung dan mengambilalih pimpian pada perusaaan keluarga. Sedangkan kemampuan lebih pada fit & proper nya suksesor tersebut pada jabatan  yang akan dimasukinya.

Hal kedua yang menarik dari tulisan itu adalah adanya transformasi di dalam perusahaan keluarga. Garuda Food telah berubah dari perusahaan yang meproduksi kacang menjadi perusahaan berbasis makanan yang sangat disegani di Indonesia. Yang paling penting lagi adalah garuda food telah berhasil menerapkan manajemen modern, dengan kata lain telah berubah dari manajemen perusahaan keluarga yang konvensional menjadi manajemen perusahaan yang modern.

Seperti hal yang dilakukan oleh Garuda Food, transformasi, saat ini adalah satu tuntunan yang tidak dapat diabaikan bagi perusahaan keluarga. Perubahan pada perilaku konsumen, kecepatan perkembangan teknologi, perubahan pada kekuatan ekonomi global, serta arus globalisasi yang demikian pesat, telah memaksa setiap perusahaan, tidak terkecuali pada perusahaan keluarga untuk merubah diri, bertransformasi menjadi perusahaan dengan kekuatan sistem manajemen modern.

Fakta menunjukkan di hampir semua di belahan dunia, saat ini perusahaan keluarga sudah atau sedang melakukan perubahan-perubahan dengan mengadopsi konsep-kosep manajemen modern dalam operasionalnya.

Memang tidak boleh ditunda lagi. Kita sudah harus berani mulai merubah cara-cara, nilai-nilai kerja, perilaku serta paradigma lama, untuk menemukan dan menerapkan hal-hal baru yang lebih sesuai dengan tuntuan perkembangan lingkungan dunia usaha yang semakin mengglobal.  Apabila tidak, perusahaan yang telah dengan susah payah dirintis atau perusahaan yang diwariskan oleh pendahulu kita, dalam waktu tidak lama hanya akan tinggal kenangan.

Penulis adalah Chairman the Center for Family Business Studies  *Tulisan ini telah diterbitkan pada Harian Sinar Harapan tanggal 1 Maret  2011.

1 komentar: