Rabu, 09 Maret 2011

PRINSIP DASAR TRANSFORMASI PERUSAHAAN KELUARGA


Oleh: Nyoman Marpa


Bagi sebagian besar perusahaan keluarga, melakukan transformasi manajemen merupakan hal yang tidak mudah. Merubah perilaku berbisnis yang selama berpuluh-puluh tahun telah dilakukan bukanlah perkara gampang. Perusahaan dan semua unsur yang terlibat didalamnya telah terbiasa dan nyaman dengan cara-cara terdahulu tidaklah mudah untuk berubah ke cara-cara berbisnis yang baru. Walau mereka mengetahui bahwa cara-cara lama yang mereka jalankan tidaklah benar. 

Di sisi lain, seringkali perusahaan telah menyadari bahwa dirinya harus berubah, namun melakukan perubahan bukanlah hal yang mudah. Kita seringkali terbentur pada implementasi yang tidak sederhana serta pemahaman semua pihak (stake holder) yang kurang sehingga kurangnya dukungan. Seperti dikatakan oleh Grant Dennis, pemilik dan CEO Dennis Family Corporation di Australia, ”Professionalizing the family business sounds quite easy in principle, but the easy part is probably determining what is it you want to do and how you want to structure it. The hard part is actually implementing it and ensuring that what you put into place is what you want to put into place and that it works. But more importantly, that everybody involved understands how it works and why it works and what their responsibilities are. It takes a considerable amount of time to follow through this process”.

Selain itu disadari atau tidak, bahwa setiap perubahan selalu akan menimbulkan konflik, selalu saja ada pihak-pihak yang merasa tidak perlu berubah, atau yang sudah nyaman dengan kondisi saat ini, dengan cara-cara, paradigma, perilaku yang berlaku saat ini. Sebagian lagi tidak memahami kenapa harus berubah.

Seperti yang ditururkan oleh Marta Yao, yang telah melakukan penelitian cukup lama mengenai perubahan dan profesionalisme manajemen pada perusahaan keluarga, menjelaskan bahwa perubahan selalu menimbulkan konflik di dalam perusahaan keluarga dan merupakan tantangan berat yang dihadapi berkenaan dengan adanya kompleksitas perusahaan keluarga saat ini. Yao mengatakan bahwa; tidak ada perubahan tanpa konflik, bahwa transisi adalah sumber utama dari konflik tersebut, dan perubahan itu mahal.

Dikatakan mahal dikarenakan untuk membuat perubahan dibutuhkan sumber daya (resources) dan komitmen (commitment) yang tidak sedikit. Resources tidak hanya berupa sumber daya finansial dan sumber daya lainnya yang memang tidak sedikit, tetapi juga membutuhkan waktu dan pemikiran yang tidak sedikit. Komitmen untuk melakukan perubahan ke dalam manajemen modern bukanlah hal yang mudah, karena perubahan itu sendiri tidak memberikan hasil yang instan, perlu waktu dan keseriusan semua pihak untuk menjaga agar perubahan tetap pada jalurnya. Sehingga tidak jarang perusahaan keluarga akhirnya menyerah untuk tidak melakukan perubahan dan tetap berjalan dengan apa adanya, walaupun mengetahui bahwa hal itu tidaklah benar.

Bagaimanapun sulitnya,  seperti yang dilakukan oleh Garuda Food, Sudamek AWS berpesan kepada perusahaan keluarga di Indonesia untuk melakukan transformasi. Transformasi dari cara-cara lama yang yang konvensional ke dalam tata kelola perusahaan dengan tatanan manajmen profesional. Karena dengan cara itu lah, perusahaan keluarga saat ini dapat bertahan dan dapat melakukan transisi dari generasi satu ke generasi berikutnya. Tanpa adanya transformasi, akan sulit bagi perusahaan keluarga untuk menghadapi kompleksitas persoalan-persoalan yang dihadapi, baik itu persoalan bisnis sehari-hari, persoalan transisi kepemimpinan, maupun persoalan-persoalan internal keluarga pemilik. Seperti layaknya seekor kepompong ”transform or die”.

Jim Collins dalam bukunya Good to Great mengatakan bahwa prinsip dasar merubah sesuatu mulailah dari manusianya. Kita tidak bisa merubah apapun kalau manusia yang ada dalam perusahaan masih manusia lama, artinya manusia dengan perilaku lama, dengan pandangan-pandangan dan paradigma lama. Berkenaan dengan manusia dan transformasi ia mengatakan”get the right people on the bus and build a superior executive team”. Dengan demikian, transformasi akan dapat berjalan dengan baik.

Penulis adalah Chairman the Center for Family Business Studies  *Tulisan ini telah diterbitkan pada Harian Sinar Harapan tanggal 8 Maret 2011.

1 komentar: