Rabu, 04 Mei 2011

MENYERAHKAN KEPEMIMPINAN PERUSAHAAN PADA NON FAMILY MANAGER


Oleh: Nyoman Marpa

               
The Family Business Magazine beberapa waktu lalu memberitakan Steve Forbes yang saat ini sebagai CEO (Chief Executive Officer) mencari darah baru di luar trah Forbes untuk menjadi salah satu pucuk pimpinan pada perusahaan media terkemuka yang didirikan oleh keluarga Forbes pada tahun 1917. Steve akan menyerahkan posisi COO (Chief Operation Officer) yang dijabat oleh adiknya Tim Forbes kepada professional di luar keluarga. Dengan masuknya orang baru maka posisi CEO akan diserahkan kepada Tim Forbes sedangkan Steve akan manjabat sebagai Chariman.

Menyerahkan posisi kunci pucuk pimpinan kepada para professional di luar anggota keluarga (non family manager) banyak dilakukan oleh perusahaan keluarga di dunia. Dan memang sangat penting. Tidak hanya sebagai komplemen yang dimaksudkan untuk melengkapi kekurangan-kekurangan dari sumber daya di dalam keluarga, akan tetapi masuknya darah baru ini diharapkan memberikan nuansa dan atmosfir berbeda. Para professional ini diharapkan membawa strategi-strategi, tata kelola (governance) serta pandangan-pandangan yang lebih baik dibandingkan anggota keluarga. Masuknya darah baru ini juga dapat mempercepat proses profesionalisme pada manajemen perusahaan keluarga.

Beberapa penelitian menemukan bahwa masuknya non family manager akan membawa wawasan baru, pengalaman baru, konsep-konsep baru serta tata cara dan tata kelola baru yang memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Masuknya non family manager juga dapat mengurangi konflik internal keluarga, serta dapat digunakan untuk menjembatani masa transisi suksesi kepemimpinan pada perusahaan keluarga.

Namun menyerahkan pucuk pimpinan kepada non family manager bukanlah perkara mudah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni; pertama, adanya perbedaan kepentingan (conflict of interest) antara non family manager dengan pemilik perusahaan yang dikenal dengan agency problem. Konflik kepentingan ini hampir tidak ada pada perusahaan keluarga yang dikelola sendiri oleh pemilik perusahaan. Oleh karenanya diperlukan interaksi yang intensif antara family manager dan non family manager agar konflik kepentinan dapat diselesaikan secara intensif.

Kedua, adalah masalah nilai-nilai dan budaya yang dimiliki dan dibawa oleh para non family manager belum tentu cocok  dengan nilai-nilai dan budaya yang dianut oleh keluarga. Oleh karenanya disarankan kepada para non family manager untuk memahami dan mempelajari nilai-nilai serta dinamika keluarga pemilik sebelum menjadi manajer pada perusahaan keluarga, demikian pula sebaliknya. Kemampuan non family manager untuk mengantisipasi dinamika yang ada pada keluarga pemilik akan membuat mereka dapat mengantisipasi perubahan visi dan misi keluarga sehingga tidak salah dalam mengambil langkah-langkah strategis.

Ketiga, adalah bahwa para non family manager akan mempertaruhkan profesionalisme dan jabatannya dalam setiap keputusan yang diambil, artinya apabila terjadi kesalahan dalam pengembilan keputusan yang mengakibatkan hancurnya perusahaan, non family manager hanya bertaruh pada jabatan. Berbeda dengan manajer dari anggota keluarga mereka mempertaruhkan segala sesuatunya termasuk kehidupannya apa bila terjadi sesuatu pada perusahaan. Sehingga prespektif dalam pengambilan keputusan strategis terutama pada saat-saat kritis akan sangat berbeda.

Masih banyak lagi hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam memasukkan non family manager ke dalam pucuk pimpinan perusahaan keluarga. Namun demikian masuknya non family manager tidak dapat disangkal merupakan hal yang sangat penting dalam rangka profesionalisme manajemen perusahaan keluarga. Sedangkan profesioanalisme manajemen adalah suatu yang mutlak untuk menjaga sustainabilitas perusahaan keluarga.

Penulis adalah Chairman the Center for Family Business Studies   *Tulisan ini telah diterbitkan pada Harian Sinar Harapan tanggal 3 Mei 2011.