Rabu, 03 November 2010

Menjadikan Perusahaan Keluarga yang Berkelas

TAHUN  2006 adalah tahun yang paling mengejutkan sekaligus prihatin bagi pemerhati perusahaan keluarga (family business) di dunia. Perusahaan keluarga tertua Kongo Gumi, sebuah perusahaan Jepang yang telah berdiri dari tahun 578 (1428 tahun) harus berakhir di tangan generasi ke 40 yakni Mazakazu Kongo. Apa yang membuatnya bertahan demikian lama dan apa yang membuatnya harus mengakhiri perjalanan panjangnya adalah satu pelajaran sangat berharga bagi kita semua.


Dari perjalanan panjang perusahaan ini ada inti pemikiran yang dapat kita tarik yakni, bahwa ada dua hal yang  membuatnya bertahan begitu lama adalah: konsistensinya dalam menekuni industri yang dipilihnya yakni bidang konstruksi kuil (temple) tua, dan keberhasilannya mengelola suksesi antar generasi.

Kejatuhannya pada tahun 2006 tersebut adalah buah kesalahannya yang tergiur untuk masuk ke dunia real estate, serta melakukan investasi yang cukup besar pada bidang ini pada tahun 1980 an.  Menurut James Olan Hutcheson seorang alhi dalam bidang family business regeneration, kasus ini telah memberikan satu pemikiran penting, bagaimana keluarga Kongo dalam mempertahankan perusahaannya ribuan tahun dengan prinsip: ”pick the stable industry and create flexible succession policies”.

Kenyataan ini telah memberikan kita inspirasi bagaimana keluarga kongo begitu setia dan teguh untuk tetap pada jalur usahanya yakni usaha jasa konstruksi perbaikan dan pemugaran kuil tua yang bertahan dari tahun 578 sampai dengan tahun 1980 an. Serta persiapan dan strategi suksesi regenerasinya yang matang yang membuatnya mampu melewati generasi ke generasi, sungguh pencapaian yang luar biasa.

Perusahaan keluarga yang berkesinambungan
Menjadi perusahaan seperti Kongo Gumi yang dapat bertahan sampai dengan ribuan tahun tentu saja merupakan impian setiap pendiri perusahaan keluarga. Namun keinginan dan harapan pendiri untuk dapat hidup dalam waktu yang lama (longevity) bukanlah perkara mudah. Perusahaan harus mengelola dengan sebaik-baiknya, tidak hanya menyangkut faktor-faktor bisnis tetapi juga faktor-faktor yang berhubungan dengan internal anggota keluarga.

Sejalan dengan hal tersebut, John L. Ward seorang yang ahli manajemen perusahaan keluarga bertutur bahwa ada tiga pilar yang harus direncanakan dan dikelola dengan baik jika perusahaan keluarga ingin hidup lama, ketiga hal ini merupakan satu kesatuan yang masing-masing tidak dapat dihilangkan atau diabaikan.  Ketiga pilar itu dikenal dengan sebutan segitiga perencanaan berkelanjutan (continuity planning triangle). Segitiga tersebut terdiri dari: perencanaan strategis perusahaan, perencanaan kekayaan dan keuangan keluarga dan perencanaan suksesi kepemimpinan dan kepemilikan.


Melihat hubungan antar pilar tersebut, seyogyanya kita tidak boleh hanya memikirkan perencanaan dan pengelolaan perusahaan dengan mengabaikan dua pilar lainnya. Karena jika diabaikan, dengan tanpa disadari akan terjadi ketidakseimbangan yang dapat membawa perusahaan ke arah kehancuran.

Namun mari kita lihat fakta yang menjadi kebiasaan perusahaan yang sering disebut busness like, keseharian kita disibukkan hanya oleh pilar pertama, perencanaan strategis perusahaan. Hari-hari kita, kegiatan-kegiatan perusahaan kita, pemikiran-pemikiran serta pembelajaran-pembelajaran yang kita dapat senantiasa bertumpu pada faktor setrategi dan operasional perusahaan saja. Bahkan selama ribuan tahun, pemikiran kita telah banyak dijejali oleh ilmu manajemen yang bertumpu pada satu titik, yakni perusahaan. 

Ilmu manajemen telah berkembang dengan demikian pesatnya dan telah berhasil menjadikan perusahaan-perusahaan kelas dunia pada jamannya. Namun kenyataannya tidak berhasil membawanya melewati batas jaman, terutama pada perusahaan-perusahaan keluarga. Hal inilah yang telah membuat banyak perusahaan keluarga hanya dapat berjaya pada satu generasi, hanya sedikit perusahaan yang berhasil melewati generasi pertama dan lebih sedikit lagi yang mampu melewati generasi kedua.

Oleh karenanya, perusahaan keluarga sudah seharusnya sejak awal mulai memikirkan pilar kedua dan ketiga. Perencanaan kekayaan dan keuangan anggota keluarga contohnya, tidak dapat diabaikan lagi.  Banyak konflik yang terjadi pada anggota keluarga yang berakibat pada hancurnya perusahaan, diakibatkan oleh ketidakadilan distribusi kekayaan dan keuangan kepada para anggota keluarga. Konflik ini terjadi pada sebagian besar perusahaan keluarga di dunia, tidak terlepas pada perusahaan di Indonesia. Sayangnya tidak banyak perusahaan keluarga yang memiliki aturan keluarga (family governance) yang jelas dan tegas yang mengatur distribusi kekayaan kepada setiap anggota keluarganya. Terlebih lagi mengenai perencanaan keuangan (personal finance) kepada anggota keluarga, sering tidak terpikirkan.

Kita tidak dapat bayangkan bagaimana perusahaan melewati generasinya jika dipenuhi oleh pertikaian dan konflik tersebut, yang tidak jarang berakhir pada pertumpahan darah atau hal-hal berbau pidana. Sementara perencanaan keuangan bagi anggotanya pun tidak jelas. Dengan mudah dapat diprediksi, perusahaan keluarga jenis ini tidak akan dapat melewati satu generasi, sebagus apapun perencanaan strategi perusahaan.
Suksesi yang terlupakan

Pemilihan siapa yang akan memegang tampuk kepemimpinan berikutnya, apakah dari keluarga atau dari luar keluarga, siapa anggota keluarga yang berhak menempati posisi tersebut, bukanlah hal yang mudah. Namun demikian, kesibukan melakukan aktivitas operasional perusahaan seringkali membuat perusahaan atau keluarga melupakan proses maupun persiapan-persiapan suksesi tersebut. Suksesi, baik kepemimpinan maupun kepemilikan seringkali baru disadari setelah perusahaan benar-benar terdesak oleh faktor-fraktor eksternal seperti kematian atau ketidakmampuan dari pimpinan lama dan sebagainya. Suksesi jenis ini oleh para ahli manajemen perusahaan keluarga dikenal dengan suksesi yang revolusioner yang tidak jarang membawa kematian bagi perusahaan.

Perkara suksesi adalah masalah transisi kepemimpinan yang tidak sederhana, melibatkan segenap stakeholder, oleh karenanya perlu disiapkan sedini mungkin. Dikatakan tidak sederhana karena disadari atau tidak suksesi menyangkut hal-hal yang sangat sensitif, seperti masalah kesiapan pimpinan lama untuk turun dan menyerahkan kepada pewarisnya, masalah penentuan siapa yang akan dipilih menjadi pengganti, masalah kesiapan pengganti, masalah penerimaan dari anggota keluarga, manajemen perusahaan, dan pihak-pihak lainnya. Melihat kompleksnya masalah tersebut, maka perencanaan suksesi semestinya sudah menjadi satu keharusan, kalau tidak ingin perusahaan berhenti pada generasi berikutnya, seperti yargon yang ada ”suksesi atau mati”.



Penutup
Kita telah mendapatkan pelajaran penting dari perjalanan panjang Kongo Gumi sebagai perusahaan keluarga tertua di dunia yakni kesetiaan dan keteguhan pada bidang usaha yang memang menjadi keahliannya serta kematangannya dalam merencanakan suksesi telah membuattnya dapat bertahan ribuan tahun.
Kita harus dapat mengelola tiga pilar utama perusahaan keluarga agar dapat tetap hidup berkesinambungan yakni: perencanaan strategi perusahaan, perencanaan kekayaan dan keuangan keluarga dan yang ketiga perencanaan suksesi kepemimpinan dan kepemilikan. Harapan kita ketiga hal tersebut dapat direncanakan dan dikeloa dengan baik sehingga dikemudian hari kita memiliki banyak perusahaan yang mampu bertahan sampai ribuan tahun. [Oleh : DR Noman Marpa. Penulis adalah Doktor di bidang  Manajemen Stratejik yang mendalami masalah-masalah pada perusahaan keluarga dan Dosen pada beberapa Program Pasca Sarjana di bidang Manajemen dan Keuangan. Artikel ini sudah dimuat di Harian Kontan, 21 Agustus 2010].