Rabu, 17 Agustus 2011

MENYIAPKAN SUKSESOR


Oleh: Nyoman marpa
.

Sebuah majalah bisnis ibukota pada bulan Maret 2011 memuat wawancara dengan Andreas dan Anton Faber-Castell generasi ke delapan dari pemilik industri pensil dan karet penghapus terkenal di dunia Faber-Castell.  Satu pernyataan yang mengindikasikan adanya tradisi suksesi yang sangat kuat dan patut kita contoh dari perusahaan keluarga yang sudah berumur  250 an tahun ini antara lain dikatakan oleh Andreas dan Anton sebagai berikut, ”ayah saya memilih kakak saya sebagai pimpinan perusahaan dan pemegang saham mayoritas, ia bukan anak tertua tapi dia yang dianggap paling qualified. Saya bekerja dibanyak perusahaan lain sebelum bergabung ke perusahaan keluarga demikian pula saudara saya yang lain. Kami dipilih untuk bergabung dengan perusahaan juga karena kualitas kami. Itu dilihat dari kesuksesan kami di luar perusahaan ini. Anak saya juga bekerja di perusahaan lain sekarang. Sangat penting bagi anak-anak untuk mengetahui bahwa mereka memiliki kesempatan di luar sana.”

Petikan tersebut sangat singkat, namun memiliki makna yang amat dalam. Bahwasanya suksesi kepemimpinan di dalam perusahaan keluarga seyogyanya dilakukan secara sistematis. Mengindikasikan bahwa suksesi tidak ada kaitannya dengan hirarki keluarga, tidak pula berkaitan dengan gender. Suksesi hanya berkaitan dengan kapabilitas dan integritas. Tidak perduli dia anak tertua atau termuda, laki-laki atau perempuan, semuanya memiliki kesempatan yang sama untuk menggantikan pendahulunya.

Menjadi calon pimpinan atau suksesor perusahaan keluarga disyaratkan secara mutlak memiliki dua hal yakni: kemauan dan kemampuan. Kemauan berhungan dengan kesediaan calon suksesor untuk meneruskan perusahaan yang telah dirintis oleh pendahulunya. Hal ini berkaitan dengan komitmen untuk memajukan perusahaan keluarga. Tidak jarang pewaris tidak bersedia untuk melanjutkan usaha orang tuanya, dan lebih suka meniti karir di tempat lain. Di Inggris misalnya, hasil penelitian mengatakan bahwa sebagian besar pewaris lebih suka  bekerja di tempat lain dibandingkan meneruskan usaha keluarga. Celakanya adalah, bahwa semakin tinggi kapabilitas pewaris membuat dia semakin tidak berminat untuk kembali ke perusahaan keluarga. Bagaiman membuat para pewaris yang memiliki kapabilitas bersedia tersebut bersedia bergabung dengan perusahaan keluarga bukanlah perkara mudah, karena personel yang memiliki kapabilitas biasanya memiliki banyak pilihan untuk berkarir di tempat lain di luar perusahaan keluarga.

Kemampuan suksesor berhubungan dengan beberapa hal seperti: kesesuaian dan tingkatan pendidikannya, pengalaman dan kesuksesan di tempat lain di luar perusahaan keluarga, lama waktu bergabung di dalam perusahaan dan usia dari suksesor.


Tingkat  pendidikan yang cukup akan memberikannya kemampuan untuk mencerna permasalahan. Pengalaman di luar perusahaan keluarga akan menjadi referensi penting  dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Sebagian besar pewaris yang sukses adalah mereka yang memiliki pengalaman dan kesuksesan di luar perusahaan. Lama waktu bergabung di perusahaan juga penting untuk memberikan kesempatan kepada  suksesor untuk memahami nilai-nilai perusahaan serta menjalin harmonisasi dengan pihak-pihak  yang terkait. Usia berkaitan dengan produktivitas dari suksesor, tidak boleh terlalu muda atau terlalu tua. Dia harus sudah menggantikan pendahulunya untuk memimpin perusahaan pada usia produktif.

Dengan menyiapkan siapa pengganti pimpinan perusahaan secara tersistem sepeti yang dilakukan oleh Faber-Castell kita telah menyiapkan peruahaan keluarga untuk melintasi generasi ke generasi dan mempertahankan sustainabilitasnya. Cara-cara yang tersistem tersebut hendaknya menjadi contoh bagi perusahaan-perusahaan keluarga di Indonesia agar dapat berkembang maju dari generasi ke generasi.

Penulis adalah Chairman the Center for Family Business Studies  *Tulisan ini telah diterbitkan pada Harian Sinar Harapan tanggal 16 Agustus 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar