Rabu, 20 April 2011

WORK-FAMILY CONFLICT

Oleh:  Nyoman Marpa

Seorang CEO dari sebuah group perusahaan berkeluh kesah mengenai kakaknya yang hanya menghamburkan uang, tidak mau mengurus perusahaan dan perilakunya banyak dipengaruhi oleh istrinya yang sering merongrong perusahaan. Cerita lain lagi, seorang pimpinan perusahaan mengeluhkan ketidak cocokan antara anak dan keponakannya yang sama-sama ditugasi mengurus perusahaan warisan dari kakeknya. Percecokan keduanya telah hampir membuat perpecahan keluarga besar mereka. Ada lagi seorang ayah, pegusaha sukses, mengeluhkan kelakuan anak laki-laki pertamanya, yang lebih suka berfoya-foya, sementara anak perempuannya dengan tekun membantunya mengelola dan membesarkan perusahaan.

Seperti dongeng. Tapi, itulah faktanya. Ini adalah phenomena ketidakseimbangan peran (asymmetric role) yang banyak terjadi di perusahaan keluarga di dunia. Perlu diwaspadai, perusahaan keluarga tidak hanya menghadapi masalah-masalah perbedaan kepentingan antara pemilik dan pengurus, tetapi juga perbedaan peran antar sesama anggota keluarga.

Konflik Internal dan Sistem Perusahaan Keluarga
Fakta tersebut terjadi, tidak memandang besarnya perusahaan, berapa lama berdiri, dan sudah di generasi ke berapa. Persoalan ketidak adilan peran masing-masing anggota keluarga selalu saja muncul, yang lambat laun akan menciptakan konflik di antara angota keluarga (internal family conflict) dan berdampak tidak hanya pada kehancuran keluarga, tetapi juga kehancuran perusahaan.

Konflik internal keluarga ini bagaikan kutukan. Mengingatkan kita pada film yang berjudul curse of the golden flower. Sepertinya tidak dapat dihapuskan. Konflik yang muncul akibat perpaduan dua system yang saling bertolak belakang, yakni system perusahaan dan system keluarga. Pertemuan ke dua system oleh para ahli dikenal sebagai zona pertempuran yang mematikan (mortal combat zone). Para ahli menamakan konflik ini sebagai work-family conflict, yakni konflik yang terjadi karena perbedaan tensi antara keluarga dan perusahaan.

Konflik ini biasanya disebabkan oleh 3 hal yakni: waktu, perilaku dan irama. Waktu, yakni konflik yang terjadi karena ketidakseimbangan waktu yang dicurahkan oleh masing-masing anggota keluarga pada perusahaan.  Perilaku, yakni konflik yang terjadi karena perbedaan perilaku dan kinerja dari masing-masing anggota keluarga. Sedangkan irama (strain) adalah konflik yang terjadi akibat tidak samanya irama atau tensi pada perusahaan dan irama yang berlaku di keluarga, masalahnya tidak semua anggota keluarga dapat mengikutinya.

Bagaimana mengatasinya? Keluarga harus memiliki aturan (family governance) dan seluruh anggota keluarga harus patuh pada aturan yang ada. Perusahaan juga harus memiliki aturan (corporate governance) dan semua pihak yang terlibat, tidak terkecuali anggota keluarga, harus patuh pada aturan perusahaan. Dengan aturan tersebut, diharapkan setiap angota keluarga memiliki komitmen terhadap waktu yang harus dicurahkan kepada perusahaan, serta memiliki perilaku dan irama yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan, sehingga konflik tersebut tidak perlu terjadi.

Penulis adalah Chairman the Center for Family Business Studies  *Tulisan ini telah diterbitkan pada Harian Sinar Harapan tanggal 19 April 2011.

2 komentar:

  1. Semangat pagi Pak Nyoman Marpa....
    Mdh2an blm lupa pd sy...
    Lama ga ktm, ternyata membuat sy seringkali kagum pd "Kepiawaian" Gusti Allah dlm membua skenario perjalanan hidup kita....
    Sy skrg kerja di PT. UFO...pernah dengar? atau tahu Xamthone, jus kulit manggis dg sejuta manfaat itu?
    PT. UFO, berjalan dg sistem Network Marketing. Tp, yg bikin sy jd "kebelet mampet" pengen kontak sampean adalah perusahaan ini adl. Family Business dg segudang persoalan yg krg lbh sama spt pemaparan sampean....
    Saya akan merasa sangat terhormat dan beruntung bila Anda bersedia menyambung silaturrahim dg saya....

    Terima kasih
    Tubagus Mashudi
    0896 5353 1210 / 0852 7928 8966
    PIN BBM : 7ed08a89

    BalasHapus