Rabu, 13 April 2011

MEMBANGUN KEPERCAYAAN


Oleh: Nyoman Marpa

Bisnis dibangun oleh kepercayaan (trust). Itu kata orang bijak. Kepercayaan para pelanggan, pemasok, karyawan serta stakeholder lainnya bertalian satu sama lain. Dengan kata lain bahwa bisnis akan habis pada saat kepercayaan sudah tidak ada lagi diantara para pihak dimaksud.

Pada perusahaan keluarga, trust diantara para anggota keluarga sangatlah penting. Kepercayaan bahwa mereka saling menjaga dan berkomitmen terhadap perusahaan, kepercayaan bahwa seluruh anggota keluarga telah menjalankan perannya masing-masing yang sering disebut altruism trust menjadi modal utama dalam mengelola perusahaan.

Dalam hubungannya dengan trust tersebut, para ahli perusahaan keluarga mengemukakan apa yang dikenal dengan the cycle of trust yang merupakan siklus saling percaya yang wajib dijaga dan dipelihara oleh seluruh anggota keluarga dalam rangka menjaga harmonisasi hubungan antara perusahaan dan keluarga.

Siklus tersebut berjalan seiring dengan tahapan-tahapan perusahaan. Ada tiga keprcayaan yang wajib saling dijaga sesuai dengan siklusnya yakni: Pertama, saling kepercayaan antar pribadi atau yang dikenal dengan interpersonal trust.  Biasanya sangat dibutuhkan pada tahapan awal perusahaan keluarga. Di hampir semua perusahaan keluarga di dunia interpersonal trust telah menjadi jiwa atau roh dalam menjalankan usaha, tidak saja bagi sesama anggota keluarga tetapi juga pada karyawannya. Perilaku antar anggota keluarga dan perilaku pemilik terhadap karyawannya sangatlah dipengaruhi oleh bagaimana hubungan antar pribadi masing-masing. Komunikasi sangat berperan di dalam menjaga interpersonal trust. Oleh karenanya komunikasi antar semua pihak pada tahapan awal perusahaan keluarga menjadi kunci saling kepercayaan tersebut. Dan juga menjadi kunci dalam pengelolaan perusahaan.

Kedua, adanya kepercayaan kompetensi atau competence trust. Bila pada tahap-tahap awal perusahaan keluarga, pada saat persoalan perusahaan belum terlalu kompleks, pihak-pihak yang terlibat belum terlalu banyak, maka adanya interpersonal trust sudah cukup untuk menjaga harmonisasi antara perusahaan dan keluarga. Namun pada saat persoalan perusahaan semakin kompleks, maka setiap anggota keluarga yang ikut dalam perusahaan dituntut memiliki kompetensi tertentu untuk dapat berkontribusi terhadap jalannya perusahaan. Pada tahapan ini, dibutuhkan lebih dari sekedar kepercayaan antar pribadi, tetapi juga kepercayaan dari seluruh anggota keluarga bahwa masing-masing anggota yang terlibat dalam perusahaan memiliki kompetensi. Dalam hal ini yang sangat penting adalah adanya  keterbukaan, termasuk keterbukaan menilai kompetensi diri masing-masing dan keterbukaan untuk menerima orang di luar keluarga (non family member)untuk ikut masuk kedalam pengelolaan perusahaan. Di banyak perusahaan, biasanya tahapan ini merupakan awal dari kolaborasi antara family members dan professional non family members.

Ketiga, dengan semakin besarnya perusahaan, semakin banyaknya pihak-pihak yang bergabung dan berkepentingan terhadap perusahaan. Semakin banyak pula anggota keluarga yang terlibat, maka seluruh anggta keluarga dan setiap elemen harus yakin bahwa system yang ada di perusahaan telah berjalan dengan layak. Inilah yang dikenal dengan system trust.  Keyakinan bahwa system telah berjalan dengan layak pada tahap ini sangatlah penting. Apabila tidak, maka akan menimbulkan ketidakpercayaan antar anggota keluarga. Dengan kata lain akan mengganggu kepercayaan antar  pribadi (interpersonal trust) dari para anggota keluarga.  Kunci untuk memastikan bahwa system yang ada  berjalan dengan layak adalah dengan melakukan transparansi pada setiap kebijakan dan pengelolaan perusahaan, dengan kata lain dengan menjalankan good corporate governance.

Perusahaan keluarga dituntut untuk memastikan siklus keperyaan ini berjalan dengan baik agar terjadi harmonisasi di dalam keluarga dan juga dalam hubungan antara keluarga dan perusahaan. Apabila tidak, maka dapat dipastikan bahwa keharmonisan keluarga akan terganggu dan perusahaan akan berada pada ambang kehancuran.

Penulis adalah Chairman the Center for Family Business Studies  *Tulisan ini telah diterbitkan pada Harian Sinar Harapan tanggal 12 April 2011.

1 komentar: