Rabu, 19 Januari 2011

PERAN PERUSAHAAN KELUARGA DALAM PEREKONOMIAN


Oleh : Nyoman Marpa

Jarang yang menyadari bahwa perekonomian di dunia ini digerakkan secara signifikan oleh yang namanya perusahaan keluarga atau bisnis keluarga. Apapun sebutannya, ada yang menamakannya family business atau family enterprise atau juga family firm. Semuanya mengandung arti sebuah badan usaha yang dimiliki dan  dikendalikan oleh satu keluarga atau dua keluarga. Orang sering memandang sebelah mata atas keberadaan perusahaan atau bisnis keluarga ini. Bahkan dikalangan akademisi dan dihampir semua literatur manajemen, dengan segala arogansinya, telah menghilangkan peranan keluarga dalam setiap pengambilan keputusan atau kebijakan perusahaan. Pandangan manajemen modern telah secara tegas memisahkan urusan bisnis dengan urusan keluarga. Dilain pihak para pencari kerja telah menomorduakan yang namanya perusahaan keluarga sebagai tempat tujuan untuk berkarir. Pada intinya seolah-olah perusahaan keluarga tidak eksis atau tidak memiliki arti penting bagi dunia korporasi dan atau perekonomian dunia.

Kondisi ini sungguh bertolak belakang dengan fakta yang ada, bahwa 96% atau sebesar 159.000 dari 165.000 perusahaan yang ada di Indonesia merupakan perusahaan keluarga (Pikiran Rakyat, 16 November 2006). Berdasarkan data Biro Pusat Statistik, perusahaan keluarga di Indonesia merupakan perusahaan swasta yang mempunyai kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto yaitu mencapai 82,44 persen. (Swara Karya, 28 Juni 2007).

Data dan fakta itu adalah kondisi di Indonesia, bagaimana dengan dibelahan bumi lainnya? Rupanya tidak jauh berbeda, Ernesto J.Posa (2007) mengatakan bahwa 80%-98% bisnis di dunia merupakan usaha keluarga, perusahaan keluarga menciptakan 64% GDP di Amerika Serikat dan diperkirakan perusahaan keluarga andil dalam penciptaan GDP di negara lain sebesar 75%. Perusahaan keluarga juga mempekerjakan sekitar 80% tenaga kerja di Amerika Serikat dan menampung lebih dari 85% pekerja di seluruh dunia. Di Amerika Serikat 85% peluang kerja baru diciptakan oleh perusahaan keluarga. Dari total perusahaan-perusahaan besar yang masuk yang masuk dalam Fortune 500 sebanyak 37% merupakan perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga. Sedangkan 60% dari perusahaan-perusahaan yang go public di Amerika Serikat merupakan perusahaan yang juga dikendalikan oleh keluarga. Lebih dari 80% bisnis di Eropa dan Amerikat Serikat merupakan bisnis yang dilakukan perusahaan keluarga (Flintoff, 2002).

Selain itu perusahaan keluarga juga telah memegang peran penting dalam perekonomian di negara-negara lainnya seperti India, negara-negara Timur Tengah yang memiliki catatan bahwa 98% kegiatan komersial di dalam Gulf Cooperation Council, yang termasuk di dalamnya Negara Saudi Arabia, Kuwait dan hampir seluruh Negara teluk, merupakan usaha yang dijalankan oleh keluarga. Perusahaan keluarga juga memiliki peran penting bagi perekonomian Australia, dengan persentase sebesar 67% dari keseluruhan perusahaan swasta dan mempekerjakan  lebih dari 50% angkatan kerja. Di Jerman, di mana sektor manufakturnya didominasi oleh perusahaan multinasional besar, sebanyak 90,431 dari 107,094 perusahaannya dimiliki keluarga dan dipimpin oleh anggota keluarga (Kayser dan Wallau, 2002).

Dalam dunia korporasi mari kita sebut satu persatu, Wal-Mart, Ford Motor, Motorola, Samsung, LG Group Corp., Carefour, Tata Group (India), Saudi Binladin, BMW, Hyundai Motor, Toyota dan masih banyak lagi, adalah perusahaan-perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga atau yang dinamakan perusahaan keluarga.

Dengan fakta tersebut masihkah kita memandang sebelah mata perusahaan atau bisnis keluarga? Masihkan kita berfikir bahwa urusan bisnis dan keluarga merupakan suatu yang dapat ditarik garis batas dimana satu sama lain tidak bisa saling bersinggungan? Masihkah kita mau menisbikan peran keluarga dalam pengambilan keputusan strategis di dalam perusahaan?

Penulis adalah Chairman the Center for Family Business Studies  *Tulisan ini telah diterbitkan pada Harian Sinar Harapan tanggal 18 Januari 2011.

2 komentar: